Senin, 07 Februari 2011

TAFSIR AL-BAQOROH AYAT 2



Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa
 
Dzalikal-kitab
Ibn Abbas mengatakan, Dzalikal-kitab (kitab itu) artinya hadzal-kitab (kitab ini). Orang-orang Arab suka menggunakan dua isim isyarah, kata penunjuk, secara saling menggantikan. Mereka menggunakan masing-masing di tempat yang lain, sebagaimana dikenal dalam bahasa perbincangan mereka. Kitab di sini adalah Al-Quran. Barang siapa yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Taurat dan Injil, berarti ia menanggung sesuatu yang ia tidak ketahui.
 

Laa roiba fiihi
Makna ayat ini, tidak ada keraguan bahwa Al-Quran diturunkan dari sisi Allah sebagaimana yang Dia firmankan (yang artinya),
"Turunnya Al-Quran yang tidak ada keraguan padanya, (adalah) dari Tuhan semesta alam." (QS As-Sajdah:2).
 
Hudan lilmuttaqiin
Sebagian mufasir mengatakan, meski ayat ini berupa berita, maknanya adalah perintah. Yakni, janganlah kalian meragukannya. Hidayah dikhususkan bagi orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firman-Nya,
"Katakanlah., 'Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman." (QS Fush-shilat:44).
Dalam ayat lain dikatakan (yang artinya),
"Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS Al-Isra:82).
Ayat-ayat lainnya juga menunjukan, hanya orang mukminlah yang dapat mengambil manfaat Al-Quran (penawar dan rahmat), karena ia sendiri merupakan petunjuk, tetapi itu tak dapat dicapai kecuali oleh orang-orang yang baik.
As-Sudi mengatakan hudan-lil-muttaqin artinya nuran-lil-muttaqin ( cahaya bagi orang-orang yang bertaqwa). Dari Ibn Abbas disebutkan, Al-muttaqun adalah orang-orang beriman yang menjauhkan diri dari syirik dan menjalankan ketaatan kepada Allah.
Al-Hasan al-Bishri berkata, mereka menjauhkan diri dari apa-apa yang diharamkan atas mereka dan mereka menunaikan apa-apa yang diwajibkan atas mereka.
Qatadah mengatakan, mereka adalah orang-orang yang disifati Allah dengan firman-Nya
alladzina yu'minuna bil-qhaibi wa yuqimunash-shalah,
"Yaitu orang-orang yang beriman kepada hal yang ghaib dan mendirikan shalat."
Ibn Jarir berpendapat, ayat ini mencakup semuanya itu. Di dalam hadist dikatakan, "Tidaklah seorang hamba tergolong orang muttaqin sampai ia meninggalkan dengan hati-hati apa-apa yang tidak perlu untuk yang perlu."
Kata al-huda terkadang digunakan dengan pengertian iman yang tertanam di dalam hati dan tidak ada yang mampu menempatkannya di hati para hamba kecuali Allah SWT. Di dalam Al-Quran disebutkan,
"Sesungguhnya engkau tak dapat memberikan petunjuk kepada orang yang engkau cintai."
Di dalam ayat lain dikatakan,
"Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk."
Terkadang ia digunakan dengan pengertian penjelasan kebenaran.
Kata iman secara bahasa digunakan dengan pengertian semata-mata membenarkan, sebagaimana firman Allah Ta'alla, "Ia beriman kepada Allah dan mempercayai orang-orang mukmin."
Sebagaimana juga yang dikatakan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf kepada ayah mereka, "Dan engkau sekali-kali tidak akan percaya kepada kami sekalipun kami adalah orang-orang yang beriman." (QS Yusuf:17).
Demikian pula jika ia disertai dengan kata amal. Sedangkan jika ia digunakan secara mutlak (tanpa disertai apa-apa), iman yang dituntut haruslah merupakan I'tiqad (keyakinan), perkataan, dan perbuatan sekaligus. Inilah pendapat sebagian besar imam. Imam Syafi'i dan Imam Ahmad sepakat, iman merupakan ucapan dan perbuatan, ia dapat bertambah dan dapat berkurang. Mengenai hal itu, terdapat banyak atsar, periwayatan yang bersumber dari sahabat.
Ada pula ulama yang menafsirkan iman sebagai "perasaan takut". Dalam ayat Al-Quran disebutkan, "(Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka sedang mereka tidak melihat-Nya." (QS Al-Anbiya:49). Perasaan takut, yakni takut kepada Allah, adalah inti iman dan ilmu.

MATERI PRESENTASI DALAM FORMAT PDF (UNTUK PRESENTASI) BISA DI DOWNLOAD DISINI
FILE AUDIONYA BISA DIDOWNLOAD DISINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar